Laman

Diary Seorang Ibu: Saat Hati Mulai Hampa


“Kadang kita bertahan bukan karena masih cinta, tapi karena ada jiwa-jiwa kecil yang menjadi alasan untuk tetap berdiri.”

Aku nggak tahu sejak kapan senyumku ke suami mulai hilang. Rasanya sekarang susah sekali untuk dekat dengannya. Hatiku seperti sudah menolak, seolah ada tembok tinggi yang memisahkan. Aku masih bertahan—bukan karena cinta lagi, tapi demi anak-anak. Tapi kenapa rasanya jadi hampa sekali ya?

Jujur, aku muak. Setelah melahirkan, aku diselingkuhi. Bukan sekali, tapi tiga kali. Alasannya karena aku sering menolak saat dia ingin "itu". Bagaimana aku bisa semangat? Badanku lelah, pikiranku capek, emosiku naik turun setelah melahirkan. Tapi dia tak peka, tak mau disalahkan, dan tak pernah benar-benar mau mendengar. Katanya aku pun begitu. Akhirnya kami sama-sama muak. Hanya saja, aku masih memilih bertahan. Demi anak-anak.

Tapi, sehatkah ini?

Aku sering bertanya pada diri sendiri. Mungkin tidak sehat, karena aku bertahan dengan hati yang kosong. Aku bertahan dengan luka yang belum sembuh. Tapi aku juga tidak sanggup berpisah dan harus kehilangan anak-anak. Suami pernah bilang kalau kami pisah, dia akan minta satu anak. Dan aku tidak bisa—aku tidak percaya anak diasuh olehnya. Jadi aku memilih cara lain: bertahan tapi menjaga batas. Kami seperti teman serumah yang fokus pada anak, bukan lagi pasangan yang saling mencintai.

Namun masalahnya, kadang emosi yang kupendam ke suami malah tumpah ke anak. Aku jadi gampang ngomel, teriak, bahkan memukul ketika mereka membuat kesalahan kecil. Setelahnya selalu ada rasa sesal. Karena aku tahu, anak-anak tidak layak jadi pelampiasan luka hatiku.

Aku sadar, aku butuh belajar menahan diri. Butuh ruang untuk sembuh. Butuh cara agar anak tetap merasa dicintai, meski aku sendiri sering merasa kosong. Anak tidak butuh ibu yang sempurna, tapi mereka butuh ibu yang mau terus berusaha.

Inilah catatan untuk diriku: bahwa meski jalannya terasa berat, aku masih bisa memilih untuk memperbaiki. Aku mungkin tidak bisa memaksa suami berubah, tapi aku bisa belajar menjaga diriku, menjaga anak-anak, dan perlahan belajar berdamai dengan semua luka ini.

“Aku ingin anak-anakku tetap melihat senyumku, meski hatiku penuh luka. Karena senyum ibulah yang membuat mereka merasa dunia tetap aman.”

0 komentar:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...